Muhammad Al Baroq Abdurohman atau akrab disapa Kak Al, adalah salah satu siswa Cetta yang kisah perjalanannya cukup menginspirasi. Ia berasal dari Bandung, tumbuh besar di Makassar, dan kini, impiannya untuk bekerja di Jepang telah menjadi kenyataan. Minggu lalu, ia baru saja menginjakkan kaki di Meguro, Tokyo, untuk memulai karier barunya sebagai seorang waiter.
Satu hal yang menarik dari Kak Al adalah semangatnya yang tak pernah padam. Ia adalah salah satu anggota Cetta Virtual Society (CVS) yang sangat aktif, bahkan beberapa kali dinobatkan sebagai best member karena potensi dan kontribusinya. Namun, di balik keberhasilannya saat ini, ada kisah tentang kegagalan dan perjuangan panjang yang akhirnya mengantarkannya pada impiannya.
Mau tau cerita lengkapnya? Yuk baca wawancara eksklusif kami dengan kak Al yang dilaksanakan pada Sabtu, 9 Agustus 2025.
Berawal dari Anime, Kini Tinggal di Negeri Sakura
Seperti banyak anak muda lainnya, kecintaan pada anime bisa menjadi pintu pertama menuju mimpi besar. Begitu pula bagi Kak Al, apa yang awalnya hanya sekadar hobi menonton dan membaca manga, perlahan berkembang menjadi tekad untuk benar-benar menginjakkan kaki di Negeri Sakura.
Ken
Apa alasan utama Kak Al memulai belajar bahasa Jepang?
Al
Awalnya, aku terinspirasi oleh om yang pernah bekerja di Jepang. Dari situ, aku ingin sekali pergi ke Jepang, lalu ketertarikan itu berkembang setelah aku suka anime dan manga. Saat lulus SMA, aku bertekad untuk kuliah di Jepang dengan beasiswa MEXT. Aku mulai mencari kelas bahasa Jepang di akhir tahun 2022, dan menemukan Cetta.
Aku sempat mencoba beasiswa MEXT, tapi gagal. Setelah evaluasi diri, aku memutuskan untuk fokus bekerja di Jepang untuk memperbaiki ekonomi. Dari komunitas Cetta, aku mendapatkan banyak informasi penting tentang perusahaan, JLPT, dan visa SSW. Berkat informasi ini, aku bisa mengumpulkan sertifikat yang dibutuhkan hingga akhirnya berhasil berangkat ke Jepang.
Ken
Kenapa akhirnya Kak Al memilih Cetta sebagai tempat belajar? Apakah ada hal spesifik yang bikin Cetta berbeda dibanding tempat kursus lain?
Al
Alasan utama aku karena Cetta memiliki komunitas yang memberikan informasi secara gratis sesuai dengan yang aku butuhkan, terutama informasi beasiswa dan pekerjaan. Selain, komunitasnya juga interaktif dan aktif banget para sensei-nya baik dan sabar dalam mengajar. Itu nilai plus banget sih buat aku.
Tantangan Belajar Otodidak vs. Bimbingan dari Cetta
Belajar bahasa asing secara otodidak memang bisa dilakukan, tapi seringkali membingungkan, apalagi jika belum memahami dasar-dasarnya, seperti huruf, kosakata, dan tata bahasa. Begitu pula yang dialami Kak Al di awal perjalanannya. Namun, titik balik itu datang ketika ia memutuskan untuk mencari bimbingan dan komunitas yang bisa mendukung proses belajarnya di Cetta.
Ken
Sebelum ikut kursus di Cetta, apa tantangan terbesar Kak Al dalam belajar bahasa Jepang? Apakah kesulitan ini membuat Kak Al sempat ragu atau kehilangan motivasi?
Al
Tantangan terbesar itu saat belajar otodidak. Aku sama sekali tidak tahu perbedaan huruf-huruf Jepang kayak Katakana, Hiragana, dan Kanji. Aku juga bingung dengan grammar-nya. Itu bikin aku sempat ragu, apalagi aku juga pemalu. Akhirnya, aku menyadari butuh bimbingan dan metode belajar yang tepat.
Ken
Bagaimana pengalaman Kak Al selama belajar di Cetta? Bisa ceritakan metode atau pendekatan yang paling membantu?
Al
Dalam waktu dua minggu, aku sudah bisa baca, bikin kalimat sederhana, dan pronunciation aku juga jauh lebih baik. Awalnya aku cuma ikut kelas Elementary sampai N4. Metode yang paling membantu itu karena materinya terstruktur, jadi aku bisa belajar dari nol. Selain itu, Cetta Virtual Society juga jadi wadah buat aku latihan kaiwa (percakapan) dan persiapan JLPT.
Cetta Virtual Society: Lebih dari Komunitas Belajar Bahasa
Bagi Kak Al, Cetta Virtual Society bukan sekadar tempat berkumpul secara online, tetapi sebuah ekosistem belajar yang membuat prosesnya lebih menyenangkan. Di sinilah ia menemukan teman belajar, tutor berpengalaman, serta berbagai kegiatan seru yang bukan hanya melatih kemampuan bahasa, tetapi juga membekali dirinya dengan pengetahuan praktis tentang budaya dan kehidupan di Jepang.
Ken
Seberapa besar peran komunitas Cetta dalam proses belajar Kak Al?
Al
Komunitasnya sangat berperan penting, lebih dari sekadar belajar bahasa. Aku jadi lebih percaya diri untuk berbicara. Awal-awal tahun, aku sering aktif ikut kegiatan seperti kaiwa dan latihan JLPT. Di sana, kami sering membahas hal-hal kehidupan di Jepang, seperti cara naik transportasi, cara bayar di konbini, dan cara buang sampah yang benar di Jepang. Informasi ini sangat membantu aku. Selain itu, aku juga dapat keuntungan lain, seperti info harga internet yang lebih murah dan tips agar dapat akrab dengan orang lokal.
Ken
Bagaimana pencapaian ini membantu Kak Al sampai akhirnya bisa diterima di Jepang?
Al
Semua informasi dan dukungan dari komunitas sangat membantu. Aku jadi tahu apa saja sertifikat yang dibutuhkan dan bagaimana mempersiapkan diri. Yang paling penting, kepercayaan diri aku terdorong. Dulu aku pemalu, tapi setelah sering interaksi di Cetta, aku jadi lebih berani. Dari situ akhirnya aku bisa ngobrol lebih leluasa, tidak grogi lagi, dan lebih mendapatkan kepercayaan diri. Hal ini sangat membantuku saat adaptasi di sini. Bahkan, tetangga aku di apartemen juga aku sapa saat baru pindahan. Berkat inisiatif itu, aku jadi tahu banyak soal aturan di sini.
Dari Pemalu Menjadi Lebih Percaya Diri
Perubahan terbesar yang dirasakan Kak Al sejak bergabung dengan Cetta adalah kepercayaan diri yang tumbuh pesat. Dari yang awalnya ragu membuka percakapan, kini ia lebih berani menyapa, berdiskusi, bahkan berinteraksi dengan orang asing. Semua itu lahir dari lingkungan belajar yang suportif, di mana setiap kesalahan dianggap bagian dari proses, bukan penghalang.
Ken
Kalau ada orang yang mau belajar bahasa Jepang tapi masih ragu, apa yang ingin Kak Al sampaikan supaya mereka yakin memilih Cetta?
Al
Dulu aku pemalu, jadi ibaratkan ngobrol sama orang asing itu sulit. Tapi semenjak belajar di Cetta dan gabung komunitas, kepercayaan diri aku jadi didorong buat lebih pede. Di Cetta, enggak ada orang yang nge-judge dan semuanya suportif. Kita boleh bicara dengan bahasa asing, enggak apa-apa kalau salah yang penting sudah mencoba. Jadi, buat teman-teman yang masih ragu, #pedeajadulu!
Ingin #PedeAjaDulu Seperti Kak Al?
Kisah Kak Al membuktikan bahwa kunci keberhasilan bukan hanya sekadar menguasai bahasa, tetapi juga memiliki mental yang kuat, berani gagal, dan memanfaatkan setiap kesempatan yang ada.
Komunitas yang suportif dan interaktif di Cetta menjadi pendorong baginya untuk melangkah lebih jauh dari seorang pemalu yang hanya bermimpi, menjadi seseorang yang berhasil mewujudkan impiannya di Jepang.
Kalau kamu punya mimpi yang sama, sudah saatnya berani melangkah. Mulai perjalananmu di Cetta Japanese Class dan belajar langsung dari tutor berpengalaman dengan metode fun learning yang terbukti membantu banyak siswa meraih tujuan mereka.
Chat admin sekarang untuk konsultasi gratis dan temukan program yang paling pas untuk perjalananmu ke Negeri Sakura!