Artikel ini membahas sistem honorifik dalam bahasa Korea mulai dari makna 존댓말 dan 반말, pengaruh budaya senioritas, hingga contoh penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Di akhir, kamu akan mendapatkan rekomendasi kelas Bahasa Korea di Cetta untuk belajar berbicara sopan seperti native speaker, Cetz.
Pernah nonton drama Korea dan bingung kenapa ada tokoh yang tiba-tiba marah hanya karena dipanggil tanpa “hyung” atau “sunbae”? Di Indonesia, hal seperti itu mungkin dianggap biasa, tapi di Korea, cara kamu berbicara bisa menentukan apakah kamu dianggap sopan atau justru tidak menghormati lawan bicara.
Buat orang luar, aturan bahasa ini sering kali terasa rumit dan kaku seolah orang Korea terlalu “gila hormat.” Padahal, di balik sistem itu ada nilai budaya yang dalam, yang mengatur bagaimana seseorang harus bersikap, menghormati yang lebih tua, dan menjaga keharmonisan sosial. Yuk simak penyebabnya di artikel ini!
Apa Itu Honorifik dalam Bahasa Korea?
Dalam budaya Korea, bahasa bukan hanya alat komunikasi, tapi juga cermin dari nilai-nilai sosial yang dijunjung tinggi. Salah satu konsep penting yang wajib dipahami adalah honorifik, sistem bahasa yang digunakan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang lain.
Honorifik ini tercermin dalam pilihan kata, partikel, hingga akhiran kalimat, yang berubah tergantung kepada siapa kamu berbicara. Misalnya, saat berbicara dengan teman sebaya, kamu bisa menggunakan bentuk biasa (banmal), tapi saat berbicara dengan orang yang lebih tua atau memiliki posisi lebih tinggi, kamu wajib menggunakan bentuk sopan (jondaetmal).
Contohnya:
Bentuk biasa: “먹어” (meogeo) artinya “makanlah.”
Bentuk sopan: “드세요” (deuseyo) artinya “silakan makan.”
Dari contoh sederhana ini saja, terlihat bahwa penggunaan honorifik bukan sekadar aturan bahasa adalah cara menunjukkan rasa hormat dan tata krama, sesuatu yang sangat penting di masyarakat Korea.
Kalau kamu baru mulai belajar bahasa Korea, kamu bisa baca juga artikel Sapaan Bahasa Korea supaya makin paham bagaimana cara menyapa orang lain dengan benar sesuai tingkat keakraban dan usia.
Hubungan Antara Usia, Status, dan Bahasa di Korea
Dalam masyarakat Korea, usia dan status sosial sangat menentukan bagaimana seseorang harus berbicara dan bersikap. Ketika dua orang Korea bertemu untuk pertama kali, salah satu hal pertama yang mereka tanyakan biasanya adalah “Tahun berapa kamu lahir?” (몇 년생이에요?).
Pertanyaan ini bukan basa-basi, tapi cara untuk menentukan siapa yang lebih tua, sehingga mereka tahu harus menggunakan bahasa yang sopan (jondaetmal) atau boleh memakai bahasa santai (banmal).
Sistem sosial seperti ini berakar dari ajaran Konfusianisme, yang menekankan rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan atasan. Nilai-nilai itu membentuk struktur masyarakat Korea yang hierarkis dan penuh etika sopan santun. Karena itu, bahkan di lingkungan nonformal seperti kampus atau tempat kerja, orang Korea tetap memperhatikan posisi senior (seonbae) dan junior (hubae).
Beberapa istilah penting yang sering digunakan untuk menunjukkan hubungan dan status antara pembicara adalah:
형 (hyeong) sebutan laki-laki kepada laki-laki yang lebih tua.
오빠 (oppa) sebutan perempuan kepada laki-laki yang lebih tua.
누나 (nuna) sebutan laki-laki kepada perempuan yang lebih tua.
언니 (eonni) sebutan perempuan kepada perempuan yang lebih tua.
선배 (seonbae) sebutan untuk senior di sekolah, kampus, atau kantor.
후배 (hubae) sebutan untuk junior di lingkungan yang sama.
Misalnya, di kampus, seorang mahasiswa baru akan memanggil seniornya dengan seonbae-nim sebagai tanda hormat. Begitu pula di kantor, karyawan muda tidak akan langsung menyebut nama atasan, melainkan dengan panggilan seperti Manager-nim atau Sunbae-nim.
Kebiasaan ini juga terasa dalam sapaan keluarga. Anak bungsu akan menggunakan bahasa yang lebih sopan kepada kakaknya, sedangkan orang tua hampir selalu berbicara dengan bentuk santai kepada anak-anaknya.
Senioritas di Korea: Bentuk Penghormatan atau Tekanan Sosial?
Budaya senioritas di Korea memang punya dua sisi yang menarik untuk dibahas. Di satu sisi, sistem ini menunjukkan betapa tingginya rasa hormat orang Korea terhadap orang yang lebih tua. Mereka percaya bahwa pengalaman hidup layak dihormati, dan itu diwujudkan lewat tutur kata, sikap, serta bahasa yang digunakan.
Namun, di sisi lain, budaya ini juga bisa menjadi tekanan sosial, terutama bagi generasi muda Korea yang hidup di era modern dan lebih egaliter. Banyak anak muda merasa bahwa aturan senioritas terlalu kaku dan membuat hubungan sosial terasa canggung. Misalnya, mereka tidak bisa mengekspresikan pendapat dengan bebas di hadapan senior karena takut dianggap tidak sopan.
Menariknya, belakangan ini mulai muncul pergeseran nilai di kalangan anak muda Korea. Mereka tetap menghargai yang lebih tua, tapi juga ingin hubungan yang lebih setara. Di kantor, misalnya, beberapa perusahaan rintisan (start-up) mulai membiasakan budaya panggilan nama tanpa embel-embel -nim, agar suasana kerja lebih santai dan kolaboratif.
Fenomena ini menunjukkan bahwa honorifik dan senioritas bukan hanya soal sopan santun, tapi juga tentang bagaimana masyarakat Korea menyeimbangkan tradisi dengan gaya hidup modern.
Kisah tentang bagaimana bahasa dan budaya bisa membuka peluang baru juga dialami oleh banyak pelajar di Cetta. Salah satunya bisa kamu baca di CVStory: Gagal N4 Kini ke Jepang Bareng Cetta. Cerita itu membuktikan bahwa memahami budaya suatu bahasa bisa mengubah cara kita memandang dunia, bahkan bisa membawa kita ke negara impian!
Honorifik dalam Kehidupan Sehari-hari
Sistem honorifik dalam bahasa Korea bukan cuma dipakai di tempat formal seperti kantor atau acara resmi, tapi juga terasa dalam kehidupan sehari-hari. Dari rumah, sekolah, sampai dunia kerja, semuanya punya aturan tersendiri tentang kapan harus pakai 존댓말 (jondaemal) atau 반말 (banmal).
Di Keluarga dan Lingkungan Rumah
Sejak kecil, anak-anak Korea sudah diajarkan untuk berbicara sopan kepada orang tua dan kakek-nenek mereka. Meskipun mereka satu keluarga, tetap ada batasan penggunaan bahasa. Misalnya, seorang anak akan menggunakan jondaemal saat berbicara dengan orang tua, tapi bisa memakai banmal kepada adik kandungnya.
Menariknya, aturan ini bisa fleksibel. Dalam keluarga modern, beberapa orang tua justru membiarkan anaknya memakai banmal agar komunikasi terasa lebih akrab. Tapi di keluarga tradisional, penggunaan jondaemal tetap dianggap penting sebagai bentuk penghormatan.
Di Sekolah dan Kampus
Begitu masuk sekolah atau universitas, sistem senior-junior alias 선배 (seonbae) dan 후배 (hubae) langsung berlaku. Mahasiswa baru akan otomatis berbicara dengan bahasa sopan kepada kakak tingkatnya, sementara sebaliknya, senior bisa memakai banmal sebagai bentuk kedekatan atau bimbingan.
Kebiasaan ini bukan sekadar formalitas, tapi juga mencerminkan nilai sosial Korea yang menjunjung rasa hormat. Tapi tenang, dalam suasana pertemanan yang lebih santai, banyak juga mahasiswa yang bersepakat untuk menggunakan banmal agar interaksi terasa lebih hangat.
Di Dunia Kerja dan Media
Dalam dunia profesional, penggunaan bahasa sopan adalah hal wajib. Seorang karyawan baru biasanya harus menggunakan jondaemal kepada atasan atau rekan kerja yang lebih dulu masuk. Bahkan, meski usianya lebih tua sekalipun, posisi dan jabatan tetap menentukan gaya bicara yang harus digunakan.
Kalau kamu sering nonton drama Korea, pasti sering lihat bagaimana karakter memanggil atasannya dengan panggilan “팀장님 (timjang-nim)” atau “과장님 (gwajang-nim)”. Akhiran -nim ini adalah bentuk penghormatan dalam percakapan profesional. Kamu bisa mempelajari lebih banyak ekspresi sopan seperti ini lewat artikel 10 Ungkapan Bahasa Korea yang Asik Buat Dipelajari.
Di Kalangan Anak Muda Korea
Generasi muda Korea sekarang mulai memandang sistem honorifik dengan cara yang lebih santai. Mereka tetap menghargai yang lebih tua, tapi juga menginginkan hubungan yang lebih setara dan natural.
Misalnya, dua orang dengan perbedaan umur kecil bisa sepakat untuk pakai banmal jika mereka merasa dekat. Bahkan dalam komunitas online atau fandom K-pop, penggunaan banmal jadi cara untuk menunjukkan keakraban, bukan ketidaksopanan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa budaya Korea terus berkembang. Nilai hormat tetap dijaga, tapi komunikasi kini lebih cair, menyesuaikan dengan zaman yang serba cepat dan egaliter.
Belajar Bahasa Korea Lebih Dalam Bersama Cetta
Kalau kamu ingin belajar cara berbicara sopan seperti orang Korea, memahami makna sosial di balik setiap kalimat, dan mulai ngobrol dengan percaya diri, yuk ikut kelas Cetta Korean Chogeup 1! Di kelas ini, kamu akan belajar langsung dari tutor berpengalaman dan berlatih menggunakan bahasa Korea yang natural dan sesuai konteks.
Masih bingung atau pengin tanya-tanya dulu sebelum daftar? Hubungi admin Cetta langsung via WhatsApp biar kamu bisa konsultasi kelas yang paling cocok buat levelmu dan jadwal belajarmu.










