Ramadan di Jepang, Gimana Rasanya, Ya?

Assalamu’alaikum, Cetz! Ramadan kali ini aku menjalani ibadah puasa jauh dari Indonesia yaitu di Jepang! Negara yang mayoritas penduduknya bukan Muslim ini tentu memberikan pengalaman unik dan penuh tantangan.

Bulan Ramadan di tahun 2024 kemarin, aku harus puasa di cuaca dingin yang menusuk hingga harus berbuka tanpa suara azan, semuanya menjadi pengalaman yang nggak terlupakan.

Jadi, gimana sih rasanya puasa di Jepang? Apa tantangan terbesar yang aku hadapi? Dan bagaimana aku menyesuaikan diri dengan keadaan di sini? Yuk, ikuti ceritaku selama menjalani Ramadan di Negeri Sakura! 

Sahur di Jepang: Tantangan di Dini Hari

Sahur di Jepang itu… jujur aja, berat! Bayangkan saja, ketika alarm berbunyi sekitar pukul 03.45 pagi, udara dingin langsung menyambut. Bahkan di bulan Maret, suhu masih bisa mendekati nol derajat, dan kalau lagi apes, hujan deras atau bahkan salju turun!

Di Indonesia, mungkin kita terbiasa dengan suasana sahur yang ramai, keluarga bangun bersama, suara orang-orang membangunkan sahur di jalanan, atau bahkan iklan sirup yang entah kenapa terasa lebih menggoda saat Ramadan. Tapi di sini? Sunyi. Hanya suara alarm dan rasa kantuk yang harus aku lawan sendiri.

Karena malas ribet di pagi buta, aku biasanya sudah menyiapkan makanan sejak malam. Menu sahurnya? Nggak jauh dari sisa makan malam sebelumnya, karena jujur aja, masak sahur dalam kondisi setengah sadar itu perjuangan! Kadang hanya nasi dengan lauk sederhana, atau sekadar roti dan susu kalau lagi nggak nafsu makan.

Waktu sahur pun terasa sempit. Aku harus selesai makan sebelum sekitar pukul 04.30. Kadang panik juga sih, takut kebablasan dan nggak sempat minum cukup air. Tapi yang paling sulit? Melawan rasa malas buat bangun sahur! Kalau di Indonesia masih ada suara azan Subuh sebagai tanda waktu imsak, di sini aku harus benar-benar bergantung pada alarm dan jam.

Meskipun berat, sahur tetap harus dijalani. Soalnya, kalau nggak sahur, puasa jadi makin menantang karena durasinya cukup panjang dan cuacanya dingin. Nah, setelah sahur selesai, biasanya aku langsung sholat Subuh dan buru-buru balik ke kasur buat tidur lagi. Soalnya, perjalanan puasa di siang hari masih panjang!

Tantangan Berpuasa di Jepang

Setelah sahur dan tidur sebentar, tantangan sebenarnya baru dimulai! Puasa di Jepang itu nggak cuma soal menahan lapar dan haus, tapi juga menghadapi kondisi yang jauh berbeda dari Indonesia.

1. Puasa di Tengah Cuaca Dingin

Kalau di Indonesia kita sering kepanasan saat puasa, di Jepang malah kebalikannya, dingin menusuk! Ramadan tahun ini jatuh di musim semi, tapi suhu di pagi hingga siang hari masih berkisar antara 5-15 derajat Celsius. Kadang anginnya kencang, bikin badan menggigil meski sudah pakai jaket tebal.

Yang unik, meskipun dingin, rasa haus tetap terasa karena udara di sini kering banget. Jadi, meski nggak berkeringat, tenggorokan tetap cepat kering. Rasanya beda dengan puasa di Indonesia yang biasanya bikin kita ingin minum es teh manis, di sini malah lebih kepikiran teh panas atau sup hangat buat berbuka nanti.

2. Tidak Ada Suasana Ramadan

Di Indonesia, Ramadan terasa di mana-mana. Ada iklan-iklan khas Ramadan, penjual takjil di setiap sudut jalan, dan masjid-masjid yang selalu ramai. Tapi di Jepang? Hampir nggak ada tanda-tanda Ramadan.

Orang-orang tetap makan dan minum di tempat umum, restoran buka seperti biasa, dan nggak ada yang mengingatkan waktu berbuka. Kadang aku harus menahan diri saat melihat orang lain dengan santainya menyeruput kopi panas di kereta atau makan ramen di restoran. Godaannya lebih ke mental sih, bukan hanya fisik.

3. Waktu Puasa yang Lebih Panjang

Ini yang cukup berat. Di Jepang, waktu puasa lebih lama dibanding di Indonesia. Sahur berakhir sekitar pukul 04.30, sementara waktu berbuka baru tiba sekitar pukul 18.00 lebih. Jadi, totalnya bisa sekitar 14 jam lebih!

Awalnya aku kira durasi segini masih oke, karena di negara-negara lain ada yang puasanya sampai 18 jam. Tapi ternyata, karena ritme hidup di Jepang tetap padat, rasanya tetap menantang. Apalagi kalau ada kegiatan di luar rumah atau harus kerja, energi rasanya cepat terkuras.

4. Harus Mandiri dalam Berpuasa 

Nggak ada yang mengingatkan waktu berbuka, nggak ada acara buka bersama mendadak, dan kalau mau makanan halal, harus ekstra usaha mencarinya. Kalau di Indonesia tinggal beli gorengan atau kolak di pinggir jalan, di sini aku harus masak sendiri atau cari restoran halal yang jumlahnya terbatas.

Biasanya aku stok makanan simpel seperti kurma dan roti, supaya kalau lagi di luar dan waktunya berbuka, aku nggak perlu bingung. Kadang aku juga mampir ke masjid terdekat, karena di sana suka ada komunitas Muslim yang berbagi makanan buka puasa.

Meskipun penuh tantangan, puasa di Jepang justru mengajarkan aku untuk lebih mandiri dan disiplin. Nggak ada suasana Ramadan seperti di Indonesia, tapi justru di situ letak perjuangannya. Ramadan jadi terasa lebih personal dan lebih bermakna.

Berbuka Puasa: Tanpa Azan, Tanpa Takjil Gratis

Di Indonesia, waktu berbuka itu salah satu momen yang paling ditunggu. Suasana magrib yang khas, suara azan yang bergema dari masjid-masjid, dan meja makan yang penuh dengan gorengan, kolak, serta es buah. Tapi di Jepang? Hmm… jangan harap ada suasana seperti itu!

1. Berbuka Tanpa Azan

Salah satu hal yang paling aku rindukan saat puasa di Jepang adalah suara azan magrib. Di sini, nggak ada azan yang terdengar karena jumlah masjid sangat sedikit, dan pastinya nggak ada pengeras suara di jalanan seperti di Indonesia. Jadi, aku harus selalu mengecek waktu berbuka sendiri lewat aplikasi atau jam.

Kadang rasanya aneh, ya? Biasanya kita punya alarm alami berupa suara azan, tapi di sini, berbuka jadi terasa lebih sepi dan sunyi. Harus benar-benar disiplin dan nggak boleh kelewatan waktu magrib.

2. Tidak Ada Takjil Gratis 

Kalau di Indonesia, ada budaya bagi-bagi takjil gratis di masjid atau di jalan. Bahkan kalau lagi malas masak, tinggal jalan sedikit ke warung atau beli kolak di abang-abang pinggir jalan. Tapi di Jepang? Takjil gratis itu sesuatu yang langka!

Kalau mau berbuka, ya harus masak sendiri atau beli makanan dari supermarket. Pilihan makanan halal juga nggak sebanyak di Indonesia, jadi sering kali aku hanya berbuka dengan kurma dan air putih dulu, lalu makan yang lebih berat setelah shalat magrib.

Tapi untungnya, ada beberapa masjid dan komunitas Muslim yang mengadakan buka puasa bersama. Biasanya, mereka menyediakan makanan halal gratis untuk jamaah. Jadi kalau ada kesempatan, aku suka mampir ke sana untuk merasakan sedikit suasana Ramadan yang lebih akrab.

3. Makanan Buka Puasa yang Berbeda

Nggak ada gorengan atau es buah? Iya, betul! Karena makanan khas Ramadan di Indonesia sulit ditemukan di sini, aku harus menyesuaikan diri. Kadang aku bikin makanan sendiri, tapi kalau sedang sibuk, aku beli bento halal atau onigiri di supermarket.

Yang menarik, di Jepang ada beberapa makanan yang bisa dijadikan alternatif takjil, seperti mochi yang teksturnya mirip kue basah di Indonesia, atau anpan, roti dengan isian kacang merah yang rasanya manis dan cocok untuk berbuka. Meskipun beda, tetap enak dan bisa jadi pengalaman baru!

4. Berbuka Sendirian vs. di Masjid

Karena lingkungan sekitar tidak menjalankan puasa, berbuka sering kali terasa sepi. Kalau di Indonesia kita terbiasa berbuka bersama keluarga atau teman, di Jepang aku lebih sering berbuka sendirian di kamar atau di kantor jika sedang bekerja.

Tapi, kalau ada kesempatan, aku mencoba berbuka di masjid. Beberapa masjid di Tokyo dan kota-kota besar biasanya menyediakan makanan berbuka untuk Muslim yang datang. Di sana, aku bisa bertemu dengan Muslim dari berbagai negara, berbagi cerita, dan merasakan sedikit kebersamaan Ramadan seperti di Indonesia.

Jadi, buat Cetz yang mungkin suatu saat berkesempatan menjalani Ramadan di luar negeri, jangan khawatir! Tantangannya memang ada, tapi pengalaman dan pelajaran yang didapat juga luar biasa. Yang penting, tetap niat, tetap semangat, dan tetap menikmati setiap momennya.

Kalo kalian punya cerita Ramadan di negara Jepang, yuk DM ke Instagram Cetta Japan dan mari berbagi cerita!

Selamat menjalani Ramadan, di mana pun kalian berada!

Bagikan Artikel ini:

Artikel Lainnya

Isi Data Diri Dulu, Yuk!
Cetta Akan Kirimkan Kode Promonya ke Emailmu