Di artikel ini, Cetta bakal bantu kamu bedah tentang 11 kesalahan ketika kamu belajar listening Korea. Selain itu, kamu juga bakal diberitahu gimana cara benerinnya!
Kalau kamu udah hafal Hangeul, kosakatamu juga lumayan, grammar dasar juga ok, tapi pas idol kamu atau aktor di drakor ngomong cepet, tiba-tiba… ZONK. Blank. Nggak ngerti apa-apa.
Seringkali, hal ini terjadi bukan karena kamu “nggak bakat”. Tapi karena kamu (tanpa sadar) terjebak dalam kebiasaan buruk atau kesalahan pemula ketika belajar listening Korea. Yuk, cari tahu masalahnya di mana, agar kamu level up!
Kesalahan Umum Listening Korea dan Solusinya
Oke, sekarang kita masuk ke intinya. Coba cek, dari 11 poin ini, mana yang paling “kamu banget”?
1. Nonton Drakor Cuma Pakai Subtitle Indonesia/Inggris
Nonton pakai subtitle adalah salah satu kesalahan yang sering terjadi. Kamu merasa “belajar” sambil nonton, padahal otakmu 100% fokus membaca teks di bawah. Telingamu jadi malas bekerja dan nggak terlatih. Hasilnya, kamu jadi jago speed reading subtitle, bukan listening.
Alih-alih begini, coba gunakan Metode 3 Lapis (3-Layer Method). Pertama, tonton episode seperti biasa pakai subtitle Indonesia/Inggris untuk paham alur ceritanya. Kedua, tonton ulang adegan favoritmu pakai subtitle Korea (Hangeul) untuk mencocokkan suara dengan tulisannya. Terakhir, tonton ulang adegan itu TANPA subtitle sama sekali. Sebelum nonton, coba kamu baca artikel ungkapan Bahasa Korea yang sering muncul di Drakor, siapa tau kamu jadi makin ngerti.
2. Hanya “Mendengar” Pasif, Bukan “Menyimak” Aktif
Kamu sering nyetel lagu K-Pop atau podcast berbahasa Korea sambil main HP, kerja, atau bersih-bersih rumah. Kamu mikir ini “membiasakan telinga”, padahal itu cuma jadi background noise. Otakmu nggak memproses informasinya.
Daripada mendengar secara pasif, lebih baik lakukan Latihan Diktasi (받아쓰기 – Badasseugi) secara aktif. Ambil audio 1-2 menit (misal dari audiobook anak-anak). Putar per kalimat, pause, lalu tulis persis apa yang kamu dengar dalam Hangeul. Setelah selesai, bandingkan tulisanmu dengan transkrip aslinya. Cara ini lumayan sulit, tapi super efektif.
3. Mengabaikan Aturan Batchim (Asimilasi Suara)
Kamu hafal kosakata secara tertulis, misalnya “맛있어요” (mat-it-eo-yo). Tapi kamu kaget pas native speaker mengucapkannya “마시써요” (ma-shi-sseo-yo). Telingamu mencari suara “mat-it”, padahal yang keluar “ma-shi”. Jelas nggak nyambung.
Solusinya nggak ada cara lain, kamu wajib pelajari aturan Batchim dan asimilasi suara. Pahami rules kapan ‘ㄱ’ ketemu ‘ㄴ’ jadi ‘ㅇ’, atau ‘ㅂ’ ketemu ‘ㄴ’ jadi ‘ㅁ’ (contoh: “감사합니다” dibaca kamsahamnida, bukan kamsahabnida).
4. Langsung Lompat ke Konten yang Terlalu Susah
Kamu baru belajar grammar dasar, tapi materi listening-nya langsung nonton berita di Naver atau variety show kayak Running Man. Mereka ngomongnya super cepat plus banyak slang. Hasilnya? Kamu jadi down, insecure, dan merasa bodoh.
Turunkan egomu, mulai dari konten anak-anak. Cari dongeng Korea (seperti “Pororo”) atau web drama yang dialognya pelan, baku, dan jelas. Setelah kamu 80% paham konten anak-anak, baru naik level ke vlog Youtuber, lalu ke drakor, baru terakhir ke variety show.
5. Terlalu Fokus di Grammar, Kosakata Dikit
Waktu belajarmu habis buat menghafal rumus -은/는 vs -이/가. Grammar memang penting, tapi kalau kosakatamu minim, skill mu tetap akan zonk. Kamu nggak bisa paham kalimat kalau kamu nggak tahu arti kata-katanya.
Solusinya, pelajari kosakata harian. Listening adalah soal mengenali kata. Gunakan aplikasi seperti Anki atau Memrise. Fokus hafalkan 10-15 kata kerja dan kata sifat paling umum setiap hari. Percuma tahu grammar canggih kalau kata “sendok” (숟가락) aja kamu nggak tahu.
6. Masih Ketergantungan sama Romanisasi
Kamu masih menghafal “Gamsahamnida” atau “Saranghaeyo”. Otakmu jadi salah “menyimpan” data suara. Bunyi ‘EO’ (어) dan ‘O’ (오) itu beda. Kalau kamu pakai romanisasi, kamu akan menganggapnya sama.
Solusinya? Sekarang buang Romanisasi! Paksa dirimu 100% membaca Hangeul. Awalnya akan terasa lambat dan menyiksa, tapi cara ini adalah investasi jangka panjang terbaik untuk listening dan pronunciation kamu.
7. Panik Kalau Nggak Ngerti Satu Kata
Kamu lagi dengerin kalimat panjang. Di tengah-tengah, ada 1 kata yang kamu nggak ngerti. Otakmu langsung berhenti dan panik mikirin “Tadi itu artinya apa ya?”. Padahal, speaker-nya udah lanjut ke 3 kalimat berikutnya. Akhirnya, kamu ketinggalan seluruh konteks.
Latih dirimu untuk “Menangkap Konteks”, bukan kata per kata. Kalau ada 1-2 kata yang lolos, let it go. Ikhlaskan. Fokus tangkap “inti” kalimatnya, siapa (Subjek)? Lagi ngapain (Predikat)? Coba tebak artinya dari konteks. Jauh lebih baik paham 70% konteks daripada 0% gara-gara stuck di satu kata.
8. Malas Latihan Speaking (Pelafalan)
Banyak yang mikir listening ya cuma urusan telinga. Padahal, listening dan speaking itu seperti dua sisi mata uang. Kalau kamu nggak pernah latihan pronunciation, otakmu nggak “kenal” sama suara yang benar. Telingamu jadi mencari suara yang salah.
Solusi terbaiknya adalah Shadowing (Meniru). Putar 1 kalimat audio dari native speaker, lalu langsung tiru persis seperti yang dia ucapkan. Fokus di intonasi, kecepatan, dan emosinya. Nggak perlu ngerti artinya dulu. Latih “otot mulut” kamu untuk memproduksi suara yang benar, telingamu akan otomatis ikut terlatih.
9. Nggak Biasa Sama Saturi (Dialek)
Kamu belajarnya pakai audio Seoul yang baku dan formal. Tiba-tiba, kamu nonton drakor Reply 1994 atau denger V (BTS) dan Jimin ngomong pakai aksen Busan/Daegu. Kamu langsung bingung, “Kok beda? Kok kayak orang marah-marah?”.
Kamu nggak perlu hafal Saturi, tapi kamu perlu tau kalau itu ada. Biasakan telingamu mendengar berbagai aksen. Nikmati aja sebagai variasi, biar otakmu nggak kaget dan langsung nge-block audio-nya.
10. Kurang Paham Konteks Budaya dan Slang
Kamu denger idol kamu bilang “아아” (a-a) atau “불금” (bulgeum). Kamu cari di kamus nggak akan ketemu, karena itu bahasa slang! (아이스 아메리카노 – Ice Americano, 불타는 금요일 – Fiery Friday/TGIF). Listening bukan cuma soal bahasa, tapi juga budaya.
Solusinya, kepo sama bahasa gaul. Ikuti akun-akun native Korea di Instagram atau X (Twitter). Lihat singkatan atau slang yang lagi tren. Ini memperkaya pemahamanmu di luar buku teks.
11. Belajar “Sistem Kebut Semalam” (SKS)
Kamu belajar listening intens 4 jam di hari Sabtu, terus Senin sampai Jumat libur total. Telingamu nggak akan terlatih. Listening itu skill yang butuh dibangun pelan-pelan, bukan dihafal.
Konsistensi jauh lebih baik daripada belajar dengan durasi lama. Jauh lebih efektif latihan listening 15 menit setiap hari (misal pas berangkat kerja) daripada 3 jam di akhir pekan. Jadikan kebiasaan. Biarkan telingamu “dicelup” ke bahasa Korea secara rutin.
Susah Latihan Sendiri? Yuk Curhatin Masalahmu ke Cetta!
Gimana, Cetz? Udah sadar kan letak kesalahannya di mana? Mengatasi 11 kesalahan saat belajar listening Korea ini emang tricky kalau sendirian. Kamu butuh feedback dari orang yang lebih jago buat benerin pelafalan dan “ngebuka” telingamu.
Tertarik tapi takut karena mulai dari Hangeul (alfabet) aja belum? Tenang! Semua profesional juga mulai dari situ.
Yuk, jadikan langkah pertamamu anti-bingung dengan konsultasi bareng tim berpengalaman Cetta. Kamu akan dapat panduan step-by-step yang dirancang khusus untuk pemula. Kami siap bantu jawab semua pertanyaanmu sampai kamu PD untuk mulai!










