Fakta Menarik Festival Obon di Jepang: Sejarah, Makna, dan Tradisinya

Setiap musim panas, Jepang berubah menjadi negeri penuh warna dengan berbagai festival yang meriah. Salah satu yang paling sarat makna adalah Festival Obon, tradisi kuno yang hingga kini tetap hidup dan dirayakan dengan penuh penghormatan. Obon bukan hanya perayaan musim panas biasa, ia adalah waktu khusus bagi masyarakat Jepang untuk menyambut arwah leluhur yang dipercaya kembali ke dunia untuk bertemu keluarga mereka lagi, Cetz.

Festival ini biasanya berlangsung pada pertengahan Juli atau Agustus, tergantung wilayah, dan diwarnai dengan berbagai aktivitas unik seperti tarian Bon Odori, menyalakan lentera, hingga ziarah ke makam. Di balik gemerlapnya suasana, tersimpan nilai spiritual dan budaya yang sangat dalam, seperti tentang penghormatan, pengabdian, dan koneksi lintas generasi.

Jika kamu berencana mengunjungi Jepang saat musim panas, Festival Obon adalah momen yang sangat layak untuk disaksikan secara langsung. Dan agar pengalamanmu lebih bermakna, ini adalah saat yang tepat untuk mulai belajar bahasa Jepang, agar kamu tidak hanya menonton, tapi juga bisa menyatu dengan budaya lokal.

Sejarah dan Asal Usul Festival Obon

Festival Obon memiliki akar sejarah yang panjang dan kuat, berawal dari ajaran Buddha yang dikenal dengan nama Sutra Ullambana. Cerita yang menjadi dasar perayaan ini berasal dari kisah seorang murid Buddha bernama Maudgalyayana (dalam bahasa Jepang dikenal sebagai Mokuren), yang memiliki kekuatan spiritual untuk melihat alam roh. Ia melihat ibunya menderita di alam kelaparan (gaki-dō), salah satu dari enam alam reinkarnasi dalam kepercayaan Buddha.

Demi menyelamatkan ibunya, Mokuren bertanya kepada Buddha apa yang harus dilakukan. Sang Buddha menyarankan agar ia memberikan persembahan kepada para biksu pada akhir masa retret musim hujan (Vassa). Setelah melakukan anjuran tersebut, Mokuren melihat ibunya terbebas dari penderitaan. Ia menari penuh sukacita sebagai ungkapan syukur, yang kemudian dipercaya menjadi awal mula tarian Bon Odori.

Seiring waktu, kisah ini berkembang dan melebur dengan kepercayaan lokal di Jepang yang menghormati arwah leluhur (senzo). Maka, Obon tidak hanya menjadi ritual keagamaan tetapi juga tradisi budaya yang mengakar kuat dalam masyarakat Jepang. Obon pertama kali diperkenalkan ke Jepang sekitar abad ke-7, dan mulai dirayakan secara luas selama periode Heian hingga Edo.

Di masa kini, meskipun sudah mengalami berbagai transformasi bentuk, esensi dari Festival Obon tetap sama, menghormati dan menyambut arwah leluhur yang kembali ke dunia selama beberapa hari setiap tahunnya.

Bon Odori, Tarian Tradisional Festival Obon

Salah satu elemen paling khas dalam Festival Obon adalah Bon Odori (盆踊り), tarian tradisional yang dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan sukacita atas kedatangan arwah leluhur. Tarian ini biasanya dilakukan secara beramai-ramai di lapangan terbuka, pusat kota, atau halaman kuil, menjadikannya pemandangan yang indah juga sarat makna budaya dan spiritual.

Secara bentuk, Bon Odori berbeda-beda tergantung daerah di Jepang. Setiap wilayah memiliki gaya tarian, musik, dan pakaian yang khas. Namun, ada satu elemen yang hampir selalu hadir, Yagura, menara panggung kayu di tengah lapangan yang menjadi pusat dari lingkaran tarian. Diiringi musik tradisional seperti taiko (drum Jepang) dan lagu rakyat yang disebut ondo, para penari bergerak dengan ritme yang sederhana namun serempak, menciptakan suasana yang magis dan menyentuh.

Bon Odori adalah sarana spiritual dan simbol keterhubungan antar generasi, di mana orang-orang dari berbagai usia menari bersama sebagai bentuk penerimaan dan penghormatan kepada arwah leluhur yang kembali. Dalam nuansa lampu lentera yang temaram dan semilir angin musim panas, Bon Odori menjadi momen yang penuh kehangatan dan ketenangan batin.

Aktivitas Utama dalam Festival Obon

Setiap aktivitas dalam festival ini memiliki makna yang dalam, baik secara budaya maupun spiritual. Inilah beberapa kegiatan utama yang menjadi ciri khas Festival Obon di Jepang.

1. Menari Bon Odori

Tarian Bon Odori adalah bagian inti dari perayaan Obon. Warga berkumpul di pusat kota, kuil, atau alun-alun, lalu menari membentuk lingkaran mengelilingi menara yagura. Tarian ini dilakukan dengan gerakan yang repetitif dan mudah diikuti, mencerminkan kebersamaan dan rasa syukur. Dalam suasana malam musim panas yang hangat, Bon Odori menciptakan atmosfer sakral yang tetap terasa meriah.

2. Menyalakan Lentera (Chōchin) dan Api Ritual

Selama Festival Obon, lentera kertas atau chōchin dinyalakan dan diletakkan di depan rumah, di kuil, atau bahkan dihanyutkan di sungai. Tujuannya adalah menuntun arwah leluhur agar menemukan jalan pulang ke dunia manusia. Di awal festival, keluarga menyalakan mukaebi (api penyambutan) untuk menyambut roh, dan di akhir festival mereka menyalakan okuribi (api perpisahan) sebagai simbol mengantar kembali arwah ke alam mereka.

Di beberapa wilayah seperti Kyoto, Gozan no Okuribi menjadi salah satu puncak acara Obon yang paling terkenal. Lima gunung di sekitar kota dinyalakan dengan simbol api raksasa, salah satunya berbentuk huruf kanji 大 (dai, berarti “besar”), yang terlihat dari seluruh penjuru kota.

3. Ziarah ke Makam Leluhur

Keluarga juga melakukan ziarah ke makam untuk membersihkan area sekitar batu nisan, mempersembahkan bunga, dupa, dan makanan. Kegiatan ini biasanya dilakukan di hari pertama Obon. Selain sebagai bentuk penghormatan, ziarah ini mencerminkan pentingnya ikatan keluarga dan warisan lintas generasi dalam budaya Jepang.

Tak hanya berziarah secara fisik, banyak orang juga melakukan doa bersama di rumah atau kuil, menyusun altar khusus (butsudan), dan menghidangkan makanan kesukaan leluhur sebagai bentuk penghormatan simbolis, Cet.

Nilai Budaya dan Spiritual Festival Obon

Setelah mengetahui Festival Obon dan apa saja yang dilakukannya saat festival tersebut, menurut kamu apa nilai budaya dan spiritualnya Cetz? Dibalik kemeriahan festival Obon, terselip nilai budaya dan spiritual berikut.

1. Menghormati Leluhur sebagai Bentuk Rasa Syukur

Salah satu nilai paling kuat dari Festival Obon adalah penghormatan kepada leluhur. Dalam budaya Jepang, leluhur dianggap sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, bukan hanya sekadar sosok yang telah tiada. Dengan menyambut mereka kembali selama Obon, masyarakat Jepang menunjukkan rasa terima kasih dan penghargaan atas kehidupan yang diwariskan, serta mendoakan kedamaian jiwa mereka.

2. Menjaga Keterhubungan Antar Generasi

Obon juga menjadi sarana mempererat ikatan antar anggota keluarga. Tradisi ziarah makam, menari Bon Odori bersama, dan berkumpul di rumah orang tua atau kampung halaman mempertemukan generasi muda dan tua dalam satu ruang spiritual. Inilah momen di mana nilai “kizuna” (ikatan batin) benar-benar dirasakan dan diperkuat.

3. Menumbuhkan Kesadaran Diri dan Refleksi

Selain bersifat kolektif, Obon juga memberi ruang bagi refleksi pribadi. Kesadaran bahwa hidup bersifat sementara dan bahwa kita terhubung dengan siklus kehidupan keluarga membuka kesempatan bagi banyak orang untuk merenungkan makna hidup, kematian, dan warisan yang ingin mereka tinggalkan. Ini menjadi waktu yang sakral, di mana kehidupan modern sejenak melambat untuk memberi ruang bagi hal-hal yang lebih esensial.

4. Melestarikan Tradisi sebagai Identitas Budaya

Di tengah dunia yang terus berubah, Festival Obon menjadi penjaga tradisi yang kuat. Dari tarian hingga lentera, setiap elemen Obon membawa warisan ratusan tahun yang terus dilestarikan oleh masyarakat Jepang. Obon tidak hanya merayakan masa lalu, tetapi juga mengajarkan nilai keberlanjutan budaya kepada generasi mendatang.

Tips Menghadiri Festival Obon di Jepang

Jika kamu tertarik menyaksikan langsung Festival Obon di Jepang, ada beberapa hal yang sebaiknya dipersiapkan agar pengalamanmu tak hanya menyenangkan, tetapi juga penuh makna. Berikut beberapa tips penting sebelum kamu berangkat!

1. Ketahui Waktu dan Lokasi Pelaksanaan

Festival Obon umumnya dirayakan pada pertengahan Juli (13–16 Juli) di wilayah timur Jepang seperti Tokyo dan Yokohama, serta pada pertengahan Agustus (13–16 Agustus) di wilayah barat seperti Kyoto, Osaka, dan Hiroshima. Beberapa kota memiliki perayaan besar yang terbuka untuk umum, seperti:

– Awa Odori di Tokushima

– Gozan no Okuribi di Kyoto

– Mitama Matsuri di Tokyo (Yasukuni Shrine)

Periksa kalender acara lokal atau situs resmi pariwisata Jepang untuk mendapatkan jadwal paling akurat.

2. Pelajari Bahasa Jepang Dasar

Agar lebih mudah berinteraksi dan memahami makna di balik setiap ritual, penting untuk mempelajari bahasa Jepang dasar sebelum berangkat. Frasa sederhana seperti “konnichiwa” (halo), “arigatou” (terima kasih), hingga “koko wa doko desu ka?” (ini di mana?) bisa sangat membantu. Kemudian memahami kata-kata seperti senzo (leluhur), haka (makam), atau odori (tarian) akan membuat pengalamanmu lebih menyatu dengan konteks budaya lokal.

Di Cetta.id, kamu bisa mulai belajar bahasa Jepang dari nol dengan metode yang praktis dan menyenangkan. Mulailah sekarang agar kamu lebih siap menyapa budaya Jepang secara langsung saat musim panas tiba!

3. Hormati Tradisi dan Etika Lokal

Obon adalah momen sakral. Jika kamu menghadiri ziarah makam atau menyaksikan api ritual, pastikan untuk bersikap tenang, berpakaian sopan, dan tidak mengganggu proses yang sedang berlangsung. Saat menonton atau ikut menari dalam Bon Odori, ikuti gerakan dengan santai dan jangan ragu untuk ikut bergabung, warga lokal biasanya sangat ramah kepada pendatang yang ingin belajar.

4. Bawa Kipas, Yukata, dan Kamera

Musim panas di Jepang bisa cukup terik. Membawa kipas tangan (uchiwa) atau mengenakan yukata (pakaian musim panas tradisional) bisa membuatmu lebih nyaman dan juga menyatu dengan suasana festival. Jangan lupa bawa kamera atau ponsel untuk mengabadikan momen, tapi tetap ingat untuk tidak mengambil foto saat orang sedang berdoa atau berziarah.

Obon ternyata merupakan festival sangat penting buat orang Jepang untuk ingat dan terhubung lagi sama leluhur mereka. Ada tarian, lentera, ziarah, semuanya penuh makna.

Kalau kamu berencana ke Jepang di bulan Juli atau Agustus, jangan cuma jadi penonton. Yuk belajar bahasa Jepang dari sekarang, biar lebih paham tradisinya dan bisa ikut ngerasain vibes-nya secara langsung!

Bagikan Artikel ini:

Artikel Lainnya

Isi Data Diri Dulu, Yuk!
Cetta Akan Kirimkan Kode Promonya ke Emailmu